Laman

Kamis, 13 Juni 2013

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB) PEDESAAN DAN PERKOTAAN (P2)


Pajak Bumi dan Bangunan atau PBB adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan pada sektor perdesaan dan perkotaan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan dan pertambangan. Pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah Tk II Kabupaten/Kota ini adalah PBB sector Pedesaan dan Perkotaan (P2), sementara PBB sector P3 (Perkebunan, Perhutanan dan Pertambangan) masih dipungut oleh Pemerintah Pusat (Direktorat Jenderal Pajak).
Sebelum berlakunya UU No 28 Tahun 2009, pengelolaan dan pemungutan PBB sector P2 dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Namun seiring dengan adanya otonomi daerah, sejak tahun 2012 sebagian pemerintah daerah Kota/Kabupaten diberikan kewenangan untuk mengelola dan memungut PBB sektor P2. Salah satu alasan diberikannya pengelolaan PBB sector P2 kepada Pemerintah Daerah adalah bahwa selama ini hasil pendapatan PBB (90%) dikembalikan kepada Daerah, sehingga agar lebih efektif, semua hasil pendapatan PBB sector P2 diberikan kepada Pemerintah Daerah. Jadi Pemerintah Pusat tidak lagi mendapatkan bagian hasil pendapatan PBB sector P2.
Namun sampai dengan tahun 2013, tidak semua Kabupaten/Kota di Indonesia telah siap secara administrasi dan SDM untuk mengelola PBB sector P2. Masih banyak Pemda yang belum memiliki Peraturan Daerah sebagai landasan hukum untuk memungut PBB P2. Selain itu aparat pelaksana di lapangan (SDM) juga masih menjadi kendala tersendiri sehubungan dengan penyerahan pengelolaan pemungutan PBB sector P2 ini.
Dalam menghitung besarnya PBB terutang, terdapat sedikit perubahan dalam tata cara melakukan perhitungan PBB. Perhitungan PBB terutang selama masih dipungut oleh DIrektorat Jenderal Pajak adalah perkalian antara tariff pajak yang bersifat tetap sebesar 0,5% dengan Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) yang besarnya antara 20% sampai 100%  dan selisih antara NJOP dan NJOPTKP.
Jadi rumusan perhitungan PBBnya adalah tariff x NJKP x (NJOP – NJOPTKP).
Sedangkan berdasarkan Perda No 16 Tahun 2011 tentang PBB, rumusan perhitungan PBB terhutang disederhanakan menjadi :
PBB terutang = tariff x (NJOP-NJOPTKP).
Dimana besarnya tariff PBB ditetapkan secara berjenjang tergantung dari besarnya NJOP sebagai dasar pengenaan pajaknya. Tarif maksimum untuk PBB P2 berdasarkan UU No 28 Tahun 2009 adalah sebesar 0,3%.
Untuk materi presentasi dapat didownload di sini.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar