Laman

Selasa, 10 Desember 2013

TUGAS TAKE HOME PERPAJAKAN I

Tugas Latihan bagi mahasiswa harap dikerjakan di rumah, dikumpulkan pada pertemuan minggu terakhir sebelum libur menjelang UAS.

Soal Latihan dapat didownload disini.

BEA MATERAI

Bea Materai merupakan salah satu jenis pajak / bea yang dikenakan atas suatu dokumen / surat perjanjian antara dua pihak atau lebih. Yang dimaksud dengan Dokumen adalah kertas yang berisikan tulisan yang mengandung arti dan maksud tentang perbuatan, keadaan atau kenyataan bagi seseorang dan/atau pihak-pihak yang berkepentingan. 

Besarnya tarif bea materai berdasarkan PP No 24 Tahun 2000 adalah sebesar Rp 3.000 dan Rp 6.000. Tarif Rp 3.000 dikenakan terhadap dokumen yang memuat jumlah uang sebesar Rp 250.000 sampai dengan Rp 1.000.000. Sedangkan tarif sebesar Rp 6.000 dikenakan terhadap dokumen yang memuat jumlah uang lebih dari Rp 1.000.000, dokumen akta notaris, akta PPAT serta dokumen lain yang akan dipergunakan dalam pembuktian di muka pengadilan.

Bahan materi Bea Materai dapat didownload disini.


Selasa, 03 Desember 2013

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR P-3

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak yang dikenakan atas kepemilikan/penguasaan atas bumi dan/atau bangunan. PBB adalah pajak yang bersifat objektif, artinya yang dikenakan adalah objeknya tidak memperhatikan keadaan subjek pajaknya.

Sistem pemungutan PBB adalah official assessment system, artinya jumlah pajak yang terutang ditetapkan oleh pemerintah sebagai pemungut pajak (Direktorat Jenderal Pajak) melalui Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT). Dengan demikian wajib pajak / subjek pajak tidak berhak untuk menentukan besarnya pajak terutang. Mereka hanya wajib membayar besarnya pajak yang telah ditetapkan oleh Pemerintah. Apabila mereka merasa keberatan dengan besarnya pajak yang terutang, wajib pajak berhak untuk mengajukan keberatan PBB paling lambat 3 bulan sejak SPPT PBB diterima.

PBB sektor P-3 adalah Pajak Bumi dan Bangunan yang dikenakan terhadap orang atau badang yang memiliki dan/atau menguasai bumi dan/atau bangunan yang berada di kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha Perkebunan / Pertambangan / Perhutanan (P-3). Pengelolaan PBB sektor P-3 masih dipegang oleh Direktorat Jenderal Pajak.

Sementara itu PBB sektor P-2 (Pedesaan dan Perkotaan), sejak tahun 2013 telah diserahkan pengelolaannya kepada Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten/Kota di seluruh wilayah Indonesia.


Download materi presentasi PBB P-3.  (Slide di revisi)

Selasa, 19 November 2013

PPN dan PPn BM (Revisi)

Pertemuan kali ini akan membahas tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPn BM). PPN dan PPn BM merupakan pajak objektif yang dikenakan terhadap objek pajak berupa Barang Kena Pajak (BKP) maupun Jasa Kena Pajak (JKP).
Pengenaan PPN dan PPnBM terhadap Objek PPN dilakukan oleh Wajib Pajak yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Jadi bagi wajib pajak yang belum dikukuhkan sebagai PKP, maka tidak diperkenankan untuk memungut PPN dan PPn BM.

Dasar hukum pemungutan PPN dan PPnBM adalah UU No 8 tahun 1983 yang telah beberapa kali dilakukan perubahan dan terakhir diubah dengan UU No 42 Tahun 2009.
Seiring dengan dilakukannya Reformasi Perpajakan di Indonesia, serta adanya perkembangan objek pajak PPN dan PPnBM yang dipengaruhi oleh aspek sosial, ekonomi, teknologi, dll menyebabkan perlu dilakukannya perubahan terhadap UU tentang PPN dan PPnBM.
Salah satu diantaranya adalah pengenaan PPN terhadap transaksi elektronik (e-commerce). Dengan adanya perkembangan teknologi komunikasi melalui internet, saat ini perkembagan e-commerce telah berkembang dengan sangat pesat. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi perkembangan tersebut, perlu dilakukan perubahan terhadap Undang-Undang terkait.

Materi tentang PPN dan PPn BM dapat didownload disini.

Selasa, 12 November 2013

Pajak Penghasilan (Bag II)

Materi pada pertemuan ini merupakan kelanjutan dari pembahasan tentang Pajak Penghasilan. Dalam pertemuan kali ini akan lebih banyak membahas tentang bagaimana cara menghitung PPh Pasal 21, menghitung biaya penyusutan serta menghitung PTKP bagi wajib pajak orang pribadi.

Slide materi pembahasan pada pertemuan kali ini dapat didownload disini.

Selasa, 05 November 2013

PAJAK PENGHASILAN

Materi pertemuan minggu ke-8 semester ini akan membahas tentang Pajak Penghasilan. Dalam pertemuan ini akan dibahas lebih mendalam tentang apa definisi dari pajak penghasilan, subjek pajak, objek pajak, bagaimana cara menghitung pajak penghasilan, dan lain-lain. Mengingat mata kuliah Perpajakan I adalah materi dasar tentang perpajakan, maka pembahasan tentang Pajak Penghasilan ini juga masih berupa dasar-dasar tentang Pajak Penghasilan.
Pembahasan tentang Pajak Penghasilan ini dilakukan dalam 2 (dua) sesi pertemuan, dan pertemuan pada minggu depan akan lebih banyak membahas tentang latihan soal tentang tata cara menghitung Pajak Penghasilan Pasal 21.

Materi bahan perkuliahan tentang Pajak Penghasilan dapat di download disini.


Selasa, 15 Oktober 2013

TINDAK PIDANA DAN PENYIDIKAN

Materi yang dibahas pada pertemuan kali ini adalah tentang tindak pidana di bidang perpajakan dan penyidikan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak terhadap wajib pajak yang diduga melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.
Yang dimaksud dengan tindak pidana perpajakan adalah suatu perbuatan yang berhubungan dengan tindakan kejahatan dibidang perpajakan yang pelakunya dapat dikenakan hukum pidana sesuai dengan ketentuan Undang-Undang yang berlaku. Yang termasuk tindak pidana diantaranya adalah memberikan informasi yang tidak benar mengenai laporan yang terkait dengan pemungutan pajak dengan menyampaikan SPT yang isinya tidak benar, tidak lengkap dan tidak jelas.

Materi pertemuan ini dapat didownload di sini.

Senin, 07 Oktober 2013

PENAGIHAN PAJAK

Materi berikut ini membahas tentang Penagihan Pajak. Penagihan Pajak merupakan kegiatan atau tindakan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan kewenangannya berdasarkan UU, yang dilakukan terhadap Penanggung Pajak atau Wajib Pajak agar melunasi hutang pajaknya dan biaya penagihan pajak melalui proses pemberian surat teguran/peringatan, melaksanakan Penagihan Seketika dan Sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan Penyitaan, melaksanakan penyanderaan dan melaksanakan pelelangan barang milik wajib pajak.
Proses penagihan pajak dilakukan secara bertahap dan persuasif dengan harapan wajib pajak atau penanggung pajak dapat segera melunasi hutang pajaknya.
Bahwa upaya penagihan pajak tersebut tentunya dibatasi dengan waktu, artinya setiap tahapan dalam proses penagihan sudah ditentukan waktunya, apabila wajib pajak masih belum melunasi hutang pajaknya sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan, maka dapat dilakukan proses penagihan berikutnya.

Materi presentasi tentang Penagihan Pajak ini dapat didownload disini.

Senin, 30 September 2013

KEBERATAN DAN BANDING

Proses keberatan atas Surat Ketetapan Pajak (SKP) merupakan salah satu hak yang dimiliki oleh wajib pajak. Setiap wajib pajak berhak mengajukan keberatan terhadap ketetapan pajak yang ditetapkan oleh Kantor Pelayanan Pajak. Pengajuan keberatan atas SKP diberikan maksimal 3 bulan setelah diterimanya SKP tersebut.
Pengajuan keberatan pajak tidak menunda kewajiban dari wajib pajak untuk membayar kewajiban pajaknya. Permohonan keberatan pajak diajukan dengan dilengkapi alasan yang jelas dan disertai dokumen-dokumen terkait lainnya yang mendukung dapat diajukannya keberatan pajak.
Proses penyelesaian keberatan pajak ada di Kantor Wilayah DJP sebagai institusi DJP yang lebih tinggi dari Kantor Pelayanan Pajak. Pihak yang akan menganalisa dan memberikan masukan terhadap surat keputusan keberatan adalah Penelaah Keberatan (PK). Disini seharusnya PK berkedudukan sebagai pihak yang netral antara wajib pajak sebagai pihak pemohon keberatan dan KPP sebagai pihak termohon keberatan pajak.
Apabila permohonan keberatan pajak ditolak oleh Kantor Wilayah DJP, maka wajib pajak masih ada kesempatan untuk mengajukan proses Banding yang diajukan ke Pengadilan Pajak.
Di Pengadilan Pajak, majelis hakim pengadilan pajak akan memberikan putusan atas banding yang diajukan oleh wajib pajak. Proses pemeriksaan di pengadilan pajak dapat dilakukan melalui pemeriksaan dengan acara biasa atau melalui pemeriksaan dengan acara cepat.
Jika permohonan banding masih ditolak oleh majelis hakim pengadilan pajak, maka langkah terakhir yang dapat dilakukan oleh wajib pajak adalah melalui Peninjauan Kembali yang dapat diajukan ke Mahkamah Agung RI.
Materi presentasi tentang keberatan dan banding dapat didownload disini.


Minggu, 22 September 2013

Pemeriksaan Pajak/Audit dan Surat Ketetapan Pajak/SKP

Pertemuan kali ini akan membahas tentang proses Pemeriksaan Pajak atau Audit terhadap wajib pajak. Proses pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dari wajib pajak dan untuk tujuan lainnya dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Jadi pada dasarnya tujua pemeriksaan pajak ada 2 yaitu untuk menguji kepatuhan wajib pajak dan untuk tujuan lainnya.
Hasil atau produk hukum dari proses pemeriksaan adalah berupa keluarnya Surat Ketetapan Pajak atau SKP. SKP yang dikeluarkan dapat berupa kurang bayar (SKPKB), kurang bayar tambahan (SKPKBT), lebih bayar (SKPLB) atau juga nihil (SKPN). Selain itu, pemeriksa pajak juga dapat mengeluarkan Surat Tagihan Pajak (STP) jika wajib pajak diketahui tidak melaksanakan aturan di bidang perpajakan.
Materi atau bahan slide presentasi dapat didownload di sini.


Minggu, 15 September 2013

SPT MASA DAN SPT TAHUNAN

Materi perkuliahan berikut membahas tentang SPT atau Surat Pemberitahuan, yaitu surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajaknya. SPT dibedakan menjadi 2 jenis yaitu SPT Masa untuk laporan pajak setiap masa pajak (setiap bulan) dan SPT Tahunan untuk melaporkan pajak tahunannya.

Di dalam SPT, setidaknya memuat

  • Nama, Nomor NPWP dan alamat Wajib Pajak
  • Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak
  • Tanda Tangan Wajib Pajak atau Kuasanya
Materi slide pertemuan kuliah ini dapat didownload disini.



Minggu, 08 September 2013

NPWP, NPPKP, Pembukuan dan Pencatatan

Pada pertemuan kali ini, materi kuliah yang akan dibahas meliputi 3 hal, yaitu tentang Nomor Pokok Wajib Pajak(NPWP) , Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak serta materi tentang Pembukuan dan Pencatatan laporan keuangan dalam kaitannya dengan kewajiban bagi wajib pajak untuk melakukan penghitungan sendiri atas jumlah pajak yang seharusnya dibayarkan oleh wajib pajak (self assessment system).

Mahasiswa diharapkan dapat memahami pengertian dan kegunaan dari NPWP bagi wajib pajak, serta mengetahui bagaimana cara untuk memperoleh NPWP. NPWP merupakan tanda pengenal atau identitas bagi wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Dengan memiliki NPWP, maka wajib pajak memiliki kewajiban untuk membuat atau melaporkan SPT Tahunannya kepada Kantor Pelayanan Pajak dimana NPWPnya terdaftar.

Sementara itu NPPKP atau Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak yang dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak, yang diberi hak untuk dapat memungut pajak pertambahan nilai (PPN) kepada pihak wajib pajak lainnya.

Slide materi mata kuliah ini dapat didownload disini. 


Selasa, 03 September 2013

Perpajakan I

Materi Mata Kuliah Perpajakan I merupakan materi pengantar pengetahuan tentang Pajak secara umum. Mata Kuliah ini diperuntukkan bagi mahasiswa yang menginjak semester III.
Secara umum, Mata Kuliah Perpajakan I lebih bersifat teori tentang definisi pajak, Hukum Pajak, Jenis-jenis Pajak, dll.
Pada pertemuan pertama ini, akan dibahas tentang definisi pajak, perbedaan pajak dengan retribusi, teori hukum pajak. Untuk lebih memperdalam tentang teori pajak, diharapkan mahasiswa lebih aktif dengan banyak membaca referensi buku-buku tentang pajak yang banyak dibeli di toko buku.
Materi slide presentasi kali ini dapat didownload disini.
Materi slide pertemuan kedua dapat didownload disini.



Rabu, 19 Juni 2013

RETRIBUSI DAERAH


Pada pertemuan kali ini, kita akan membahas pokok permasalahan tentang Retribusi Daerah. 
Retribusi merupakan salah satu sumber pendapatan daerah selain Pajak Daerah. Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian Izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan. Perbedaan pengertian antara Pajak dan Retribusi adalah dari segi kemanfaatannya bagi subyek pajak/retribusi, dimana untuk subjek pajak tidak mendapatkan imbalan secara langsung atas uang yang dibayarkannya kepada Pemerintah Daerah, sebaliknya untuk subyek retribusi akan mendapatkan imbalan atau manfaat langsung dari biaya yang dikeluarkan untuk pembayaran retribusi. Misalnya pembayaran retribusi Izin Mendirikan Bangunan, maka pihak wajib retribusi sebagai pemohon izin akan mendapatkan legalitas dari Pemerintah Daerah terhadap bangunan yang didirikannya  berupa Surat Izin Mendirikan Bangunan. Jadi manfaat langsung yang diperoleh dari wajib retribusi adalah berupa surat izin/legalitas yang diberikan Pemerintah Daerah kepada wajib retribusi.

Retribusi digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu :
  1.  Retribusi Jasa Umum adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau Badan.
  2. Retribusi Jasa Usaha adalah retribusi atas jasa usaha yang diberikan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta.
  3. Retribusi Perizinan Tertentu adalah retribusi atas kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian Izin kepada orang pribadi atau Badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

Jenis-jenis retribusi akan selalu mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan ekonomi dan social di masing-masing Daerah. Misalnya pada tahun 2006 sesuai dengan Perda No 1 Tahun 2006, jenis retribusi jasa umum berjumlah 21 jenis, tapi pada tahun 2012 jenis retribusi telah dikurangi menjadi 13 jenis. Retribusi Jasa Usaha, pada tahun 2006 berjumlah 11 jenis, pada tahun 2012 berjumlah 10 jenis retribusi. Retribusi Perizinan tertentu pada tahun 2006 berjumlah 43 jenis retribusi, dan pada tahun 2012 berjumlah 5 jenis retribusi.
Pengurangan jenis retribusi tersebut dilakukan dengan tujuan untuk melakukan efisiensi dalam proses perijinan, sehingga dapat menarik investor swasta untuk menanamkan investasinya di Daerah tersebut.

Untuk materi presentasi dapat didownload di sini. 


Kamis, 13 Juni 2013

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB) PEDESAAN DAN PERKOTAAN (P2)


Pajak Bumi dan Bangunan atau PBB adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan pada sektor perdesaan dan perkotaan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan dan pertambangan. Pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah Tk II Kabupaten/Kota ini adalah PBB sector Pedesaan dan Perkotaan (P2), sementara PBB sector P3 (Perkebunan, Perhutanan dan Pertambangan) masih dipungut oleh Pemerintah Pusat (Direktorat Jenderal Pajak).
Sebelum berlakunya UU No 28 Tahun 2009, pengelolaan dan pemungutan PBB sector P2 dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Namun seiring dengan adanya otonomi daerah, sejak tahun 2012 sebagian pemerintah daerah Kota/Kabupaten diberikan kewenangan untuk mengelola dan memungut PBB sektor P2. Salah satu alasan diberikannya pengelolaan PBB sector P2 kepada Pemerintah Daerah adalah bahwa selama ini hasil pendapatan PBB (90%) dikembalikan kepada Daerah, sehingga agar lebih efektif, semua hasil pendapatan PBB sector P2 diberikan kepada Pemerintah Daerah. Jadi Pemerintah Pusat tidak lagi mendapatkan bagian hasil pendapatan PBB sector P2.
Namun sampai dengan tahun 2013, tidak semua Kabupaten/Kota di Indonesia telah siap secara administrasi dan SDM untuk mengelola PBB sector P2. Masih banyak Pemda yang belum memiliki Peraturan Daerah sebagai landasan hukum untuk memungut PBB P2. Selain itu aparat pelaksana di lapangan (SDM) juga masih menjadi kendala tersendiri sehubungan dengan penyerahan pengelolaan pemungutan PBB sector P2 ini.
Dalam menghitung besarnya PBB terutang, terdapat sedikit perubahan dalam tata cara melakukan perhitungan PBB. Perhitungan PBB terutang selama masih dipungut oleh DIrektorat Jenderal Pajak adalah perkalian antara tariff pajak yang bersifat tetap sebesar 0,5% dengan Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) yang besarnya antara 20% sampai 100%  dan selisih antara NJOP dan NJOPTKP.
Jadi rumusan perhitungan PBBnya adalah tariff x NJKP x (NJOP – NJOPTKP).
Sedangkan berdasarkan Perda No 16 Tahun 2011 tentang PBB, rumusan perhitungan PBB terhutang disederhanakan menjadi :
PBB terutang = tariff x (NJOP-NJOPTKP).
Dimana besarnya tariff PBB ditetapkan secara berjenjang tergantung dari besarnya NJOP sebagai dasar pengenaan pajaknya. Tarif maksimum untuk PBB P2 berdasarkan UU No 28 Tahun 2009 adalah sebesar 0,3%.
Untuk materi presentasi dapat didownload di sini.


Kamis, 06 Juni 2013

Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan

BPHTB atau Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah pajak yang dipungut atas perolehan hak atas tanah dan bangunan. Pajak atau Bea ini dipungut jika terjadi perolehan atas tanah dan bangunan baik yang disebabkan karena pemindahan Hak Kepemilikan tanah ataupun karena Pemberian Hak Baru. Pemindahan hak kepemilikan tanah dapat terjadi karena jual beli, Tukar Menukar, Hibah, Hibah Wasiat, Waris, Pemasukan dalam Perseroan atau Badan Hukum, Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, penunjukan pembeli dalam lelang, pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap, penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha atau hadiah. Sementara itu Pemberian hak baru dapat terjadi karena adanya kelanjutan dari proses pelepasan hak ataupun karena diluar pelepasan hak.

Untuk menghitung besarnya Pajak BPHTB, Dasar Pengenaan Pajaknya ditentukan oleh besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) dikurangi dengan NPOPTKP (Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak). Besarnya NPOP ditentukan oleh jenis Perolehan Haknya. Untuk perolehan hak karena jual beli, besarnya NPOP ditentukan dari harga transaksi, sedangkan untuk perolehan karena proses lelang dari KPLN atau Balai Lelang, maka besarnya NPOP ditentukan dari harga lelang. Diluar kedua jenis perolehan hak tersebut, besarnya NPOP ditentukan dari nilai pasar. Jika nilai pasar atau harga transaksi tidak diketahui, maka digunakan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) pada tahun terjadinya transaksi/peralihan hak. Jika terjadi perbedaan nilai antara nilai pasar dengan NJOP, maka diambil nilai yang lebih tinggi. Sebaliknya jika terjadi perbedaan nilai antara nilai hasil lelang dengan nilai NJOP, maka yang digunakan adalah nilai hasil lelang.

NPOPTKP (Nilai Perolehan Pajak Tidak Kena Pajak) ditetapkan oleh Peratutan Gubernur / Kepala Daerah. Untuk wilayah DKI Jakarta besarnya NPOPTKP untuk selain waris dan hibah wasiat ditentukan sebesar Rp 80.000.000,- . Sedangkan NPOPTKP karena Waris dan Hibah Wasiat yang memiliki hubungan garis lurus (keluarga) adalah sebesar Rp 350.000.000,-

Besarnya tarif BPHTB bersifat final maksimal sebesar 5% dari Dasar Pengenaan Pajak.

Untuk materi presentasi BPHTB dapat didownload di sini




Kamis, 30 Mei 2013

PAJAK MINERAL NON LOGAM - PAJAK SARANG BURUNG WALET

Pada pertemuan kali ini kita akan membahas pajak daerah yang dipungut oleh Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten atau Kota yang di dalam wilayahnya terdapat tambang mineral non logam dan batuan serta usaha sarang burung walet.

Kedua jenis pajak ini diterapkan pada wilayah-wilayah yang terdapat usaha produksi tambang mineral non logam dan usaha sarang burung walet. Tidak semua wilayah Kabupaten / Kota yang menerapkan kedua jenis pajak ini. Oleh karenanya kedua jenis pajak ini hanya diterapkan pada wilayah tertentu saja.

Prinsip dasar dalam menghitung pajak mineral non logam dan pajak sarang burung walet adalah dalam menentukan Dasar Pengenaan Pajak didasarkan pada Nilai Pasar atas kedua jenis pajak  tersebut untuk dijadikan sebagai dasar dalam menghitung pajak. Sementara itu perhitungan tarif pajaknya, setiap wilayah Kabupaten/Kota ditentukan berbeda-beda sesuai dengan keputusan Walikota/Bupati dan Anggota DPRD.

Tarif maksimal untuk Pajak Non Logam dan Batuan sesuai dengan UU No 28 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah 25%, sementara untuk Pajak Sarang Burung Walet maksimal ditentukan sebesar 10%.

Untuk materi presentasi kedua jenis pajak dapat di download di sini.


Kamis, 16 Mei 2013

Pajak Penerangan Jalan dan Pajak Parkir

Pada sesi pertemuan kali ini, akan dibahas tentang Pajak Penerangan Jalan dan Pajak Parkir.
Pajak Penerangan Jalan adalah Pajak yang dipungut atas penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun yang diperoleh dari sumber lain.
Pemungutan Pajak Penerangan Jalan disatukan dengan tagihan listrik bulanan oleh PT PLN. Besarnya tarif Pajak Penerangan Jalan ditentukan oleh golongan tarif sesuai dengan jenisnya. Untuk industri, pertambangan ditentukan sebesar 3%, untuk selain industri ditetapkan sebesar 2,4% dan untuk listrik yang dihasilkan sendiri ditetapkan sebesar 1,5%.

Pajak Parkir adalah pajak atas penyelenggaraan kegiatan parkir  di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor. Tarif Pajak Parkir ditetapkan sebesar 20% dari Dasar Pengenaan Pajak.

Slide presentasi pada pertemuan ini dapat didownload disini.

Lampiran Peraturan Presidan No 8 Tahun 2011 tentang Tarif Dasar Listrik



Rabu, 08 Mei 2013

PAJAK REKLAME

Pada pertemuan ini kita akan membahas salah satu jenis pajak daerah yang dipungut oleh Pemerintah Kabutapen/Kota, yaitu Pajak Reklame. Untuk DKI Jakarta, aturan mengenai Pajak Reklame diatur oleh Perda Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pajak Reklame.
Untuk menghitung Pajak Reklame, kita harus mengetahui Dasar Pengenaan Pajak atas Reklame yang dihitung dari besarnya Nilai Sewa Reklame (NSR).
Besarnya NSR ditentukan oleh besarnya nilai kontrak dengan pihak ketiga (biro iklan) jika pihak subjek pajak / penyelenggara reklame menggunakan jasa biro iklan. Namun jika pihak penyelenggara reklame menggunakan/membuat bangunan reklame sendiri, maka NSR ditentukan oleh faktor-faktor lokasi, waktu, jenis reklame, jumlah dan ukuran reklame. Besarnya NSR telah ditetapkan dalam suatu tabel yang ditetapkan oleh Gubernur DKI Jakarta berdasarkan lokasi dimana reklame tersebut dipasang/ditempatkan.
Tarif untuk pajak reklame ditentukan final sebesar 25%.

Besarnya Pajak Reklame terutang didapatkan dengan cara mengalikan besarnya tarif pajak dengan Dasar Pengenaan Pajak (NSR).

Link untuk download materi kuliah ada disini.



Selasa, 23 April 2013

PAJAK HIBURAN

Pada pertemuan yang ke-7 ini, sebelum dilakukannya Ujian Tengah Semester, kita akan membahas tentang Pajak Hiburan. Pajak Hiburan adalah pajak yang dipungut atas jasa penyelenggaraan hiburan yang dipungut bayaran oleh pihak penyelenggaranya (wajib pajak).
Berdasarkan Perda No 13 Tahun 2010, jenis-jenis hiburan yang dipungut pajak hiburan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta diantaranya adalah :


1. Tontonan Film;
2. Pagelaran kesenian, musik, tari dan/atau busana;
3. Kontes kecantikan;
4. Pameran;
5. Diskotik, karaoke dan klab malam;
6. Sirkus, akrobat dan sulap;
7. Permainan bilyar, golf dan bowling;
8. Pacuan kuda, kendaraan bermotor dan permainan ketangkasan;
9. Panti pijat, refleksi, spa, dan pusat kebugaran (fitness centre);
10. Pertandingan olah raga, dan
11. Penyelenggaraan hiburan di tempat keramaian.

Berdasarkan Keputusan Mahkamah Konstitusi No 52/PUU-IX/2012, kegiatan penyelenggaraan olahraga golf tidak dimasukkan sebagai objek pajak hiburan, sehingga sejak tahun 2012, kegiatan penyelenggaraan golf tidak lagi dikenai pajak hiburan.

Untuk menghitung pajak hiburan, terlebih dahulu dihitung jumlah pendapatan kotor yang diperoleh dari usaha hiburan berupa tiket, penjualan makanan dan minuman, pendapatan atas sewa ruangan, dll. Setelah diketahui jumlah pendapatan sebagai dasar pengenaan pajaknya, kemudian dikalikan dengan tarif pajak.

Tarif Pajak Hiburan ditetapkan secara final sebesar 10% yang dihitung dari besarnya Dasar Pengenaan Pajak.

Berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 224 Tahun 2012, sistem pemungutan pajak hiburan, pajak hotel, pajak restoran dan pajak parkir dilakukan secara online sistem. Melalui sistem ini, setiap wajib pajak diharuskan memiliki rekening bank sebagai tempat penampungan dana hasil usaha/transaksi usahanya, yang terhubung dengan sistem bank melalui CMS (Cash Management System). Dengan CMS ini, pihak bank berdasarkan surat kuasa yang telah ditandatangani oleh wajib pajak, setiap tanggal 15 melakukan pemotongan pajak atas transaksi usaha wajib pajak sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku. Melalui sistem ini, diharapkan dapat mengurangi terjadinya kebocoran pajak. Selain itu dengan sistem yang terhubung secara online, akan mengurangi frekuensi pertemuan antara wajib pajak dengan pegawai Dinas Pelayanan Pajak (Fiskus).

Untuk slide presentasi Pajak Hiburan dapat didownload disini.



Kamis, 18 April 2013

Pajak Hotel dan Restoran

Pada pertemuan yang ke-6 ini, akan dibahas tentang salah satu jenis pajak daerah yang dipungut oleh Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten/Kota, yaitu Pajak Hotel dan Pajak Restoran.
Pajak Hotel untuk DKI Jakarta telah dibuat Perdanya yaitu Perda No 11 Tahun 2010, sedangkan untuk Pajak Restoran berdasarkan Perda No 11 Tahun 2011.
Berdasarkan Peraturan Gubernur No 224 Tahun 2012 tentang Pembayaran dan Pelaporan Transaksi Usaha Pajak Hotel, Restoran, Pajak Hiburan dan Pajak Parkir Melalui Online System, maka sistem pembayaran dan pelaporan Pajak Hotel dan Restoran mulai tahun 2013 dilakukan melalui online system yang terintegrasi antara data wajib pajak, Dinas Pelayanan Pajak dan Bank yang ditunjuk melalui system yang dimiliki oleh Bank yaitu Cash Management System (CMS).
Dengan adanya system ini, diharapkan akan meminimalisir adanya potensi kebocoran pajak yang mungkin akan terjadi. Melalui system ini, wajib pajak diwajibkan memiliki rekening khusus yang menampung pendapatannya di bank, dan secara otomatis setiap bulan oleh pihak bank dilakukan proses autodebet untuk melakukan pembayaran pajaknya berdasarkan atas tarif yang telah ditetapkan oleh peraturan perundangan yang berlaku.

Untuk lebih jelasnya mahasiswa dapat mempelajarinya dari slide yang dapat didownload disini.


Jumat, 12 April 2013

Contoh Kasus Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan BBNKB


Untuk lebih mendalami tentang bagaimana menghitung Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, maka akan diberikan contoh-contoh kasus yang terjadi di masyarakat.

  1. Pada bulan Maret tahun 2008 Tuan A membeli mobil baru merk Toyota Alphard dengan harga Rp 650.000.000,-. Sebelumnya Tuan A telah memiliki Motor Harley Davidson dengan Nilai Kendaraan Rp 350.000.000,- atas nama Tuan A, serta mobil Toyota Innova dengan Nilai Kendaraan Rp 220.000.000 atas nama Istri Tuan A. Jika Nilai Jual Kendaraan Bermotor dianggap sama dengan harga pembelian, hitung besarnya PKB dan BBNKB atas kendaraan tersebut pada tahun 2008.

  1. Pada tahun 2010, Tuan A tidak membayarkan Pajak Kendaraan Bermotor atas mobilnya. Jika diasumsikan pada 5 tahun pertama kendaraan tersebut mengalami depresiasi 10% per tahun, hitunglah besarnya Pajak Kendaraan Bermotor dan BBNKB atas kendaraan tersebut jika pada bulan Juni 2012 kendaraan tersebut dijual kepada Tuan B.

Untuk menjawab pada kasus pertama, hal yang perlu diketahui adalah menentukan besarnya Dasar Pengenaan Pajak (DPP), yaitu dilihat dari Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB). Dalam kasus ini, besarnya NJKB diasumsikan sama dengan harga pembelian, maka besarnya DPP adalah sebesar Rp 650.000.000,-. Kemudian kita menentukan berapa besarnya tarif pajak atas kendaraan tersebut. Sebelumnya Tuan A telah memiliki kendaraan berupa motor Harley atas nama Tuan A dan mobil Toyota Avanza atas nama istri Tuan A. Hal ini perlu dilakukan untuk menentukan apakah Tuan A dikenakan Tarif Pajak Progresif atau tidak. Didalam aturan Peraturan Gubernur No 168 Tahun 2012 pasal 10 dinyatakan bahwa pajak progresif dikenakan terhadap kendaraan bermotor kedua dan seterusnya yang dimiliki dan/atau dikuasai oleh orang pribadi berdasarkan nama dan/atau alamat yang sama.
Sehingga kalau mengacu pada aturan tersebut, maka mobil baru Tuan A adalah mobil yang kedua, walaupun mobil pertamanya atas nama istrinya, namun karena memiliki alamat yang sama, maka dikategorikan sebagai mobil kedua. Sementara itu motor Harley atas nama Tuan A adalah jenis sepeda motor, bukan mobil sehingga tidak berpengaruh pada tarif pajak progresif atas mobil.

Jadi besarnya Pajak Kendaraan Bermotor mobil Toyota Alphard milik Tuan A adalah

Tarif Pajak PKB x Dasar Pengenaan Pajak = 2% x Rp 650.000.000 = Rp 13.000.000,-

Besarnya BBNKB yang harus dibayarkan oleh Tuan A adalah

Tarif Pajak BBNKB x DPP  = 10% x Rp 650.000.000 = Rp 65.000.000,-

Pada pertanyaan kedua, diasumsikan bahwa nilai jual kendaraan bermotor Toyota Alphard mengalami penyusutan sebesar 10% pertahun pada 5 tahun pertama. Sehingga besarnya nilai jual kendaraan tersebut adalah

Tahun 2009 : Rp 585.000.000
Tahun 2010 : Rp 520.000.000
Tahun 2011 : Rp 455.000.000
Tahun 2012 : Rp 390.000.000

Setelah kita mengetahui nilai jual kendaraannya yang dijadikan sebagai Dasar Pengenaan Pajak, langkah berikutnya adalah menghitung besarnya PKB dengan mengalikan Dasar Pengenaan Pajak dengan tarif pajak sebesar 2% (kendaraan kedua). Dalam kasus ini, Tuan A tidak melakukan pembayaran sejak tahun 2010, sehingga kepadanya diberikan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% per bulan untuk paling lama 15 bulan sejak saat terutang pajak (bulan Maret 2010). Sehingga denda administrasi dihitung per tahun pajak, yaitu untuk tahun pajak 2010 dendanya 2% x 15 bulan, tahun pajak 2011 dendanya 2% x 15 bulan dan tahun pajak 2012 dendanya 2% x 4 bulan.

Slide latihan soal dapat didownload disini. 


Rabu, 10 April 2013

PAJAK AIR TANAH

Materi yang akan dibahas pada pertemuan kali ini adalah tentang Pajak Air Tanah atau Pajak Air Permukaan. Sebelum ditetapkannya UU No28 Tahun 2009 tentang PDRD, Pajak Air Tanah dan Pajak Air Permukaan dijadikan satu jenis pajak yang dipungut oleh Pemerintah Propinsi. Setelah adanya UU No 28 Tahun 2009, kedua jenis pajak ini dipisahkan menjadi dua, yaitu Pajak Air Permukaan dipungut oleh Pemerintah Propinsi dan Pajak Air Bawah Tanah dipungut oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.

Khusus untuk wilayah DKI Jakarta, dikarenakan tidak ada DPRD Kabupaten/Kota, maka pemungutan Pajak Air Tanah dijadikan satu dan dipungut oleh Pemerintah Propinsi DKI Jakarta.

Pajak Air Tanah dipungut atas pemanfaatan atau pemakaian air tanah. Pajak ini diambil berdasarkan atas berapa volume air yang diambil dari dalam tanah yang dikalikan dengan Nilai Perolehan Air (NPA) dan Tarif Pajak yang besarnya 20%.

Besarnya NPA ditentukan oleh Harga Dasar Air yang besarnya ditentukan oleh besaran nilai Harga Air Baku atau nilai investasi untuk mendapatkan air per m3 dan Faktor Nilai Air (Fn-Air).

Besarnya Faktor nilai Air ditentukan dalam bentuk tabel oleh Gubernur dengan memperhatikan faktor komponen sumber daya air dan komponen pemulihan. Selain itu, faktor nilai air juga memperhatikan bagaimana ketersediaan jaringan PAM di lokasi tersebut. Jika dilokasi tersebut telah tersedia jaringan PAM, maka angka faktor nilai air akan semakin besar, demikian pula sebaliknya. Hal ini didasarkan agar konsumen lebih memprioritaskan penggunaan air PAM dibandingkan dengan menggunakan Air Tanah.

Disamping membahas tentang Pajak Air Tanah, pada sesi pertemuan kali ini juga dibahas secara singkat tentang Pajak  Rokok. Pajak Rokok sampai saat ini belum dibuat Peraturan Daerahnya untuk wilayah DKI Jakarta.

Untuk mendapatkan materi slide presentasi dapat didownload disini.


Kamis, 04 April 2013

PAJAK BBNKB DAN PAJAK BAHAN BAKAR KENDARAAN BERMOTOR

Pada pertemuan berikut ini akan dibahas dua jenis pajak daerah, yaitu Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor atau BBNKB dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor atau PBB-KB.
Pajak BBNKB pada dasarnya adalah jenis pajak provinsi yang pemungutannya bersamaan dengan Pajak Kendaraan Bermotor atau PKB, jika terjadi peralihan kepemilikan atas kendaraan bermotor.

Sementara itu pajak PBB-KB adalah jenis pajak daerah yang dikenakan atas penggunaan bahan bakar kendaraan bermotor baik itu bahan bakar cair seperti premium, solar, pertamax ataupun bahan bakar gas, sepanjang bahan bakar tersebut digunakan untuk kendaraan bermotor. Jadi apabila bahan bakar tersebut tidak digunakan untuk kendaraan bermotor, misalnya untuk kepentingan industri/pembangkit listrik, maka bahan bakar tersebut bukanlah objek dari PBB-KB.

Melalui materi ini, diharapkan mahasiswa dapat memahami tentang definisi, objek pajak, subjek pajak dan wajib pajaknya, serta dapat menghitung pajaknya sesuai dengan tarif dan dasar pengenaan pajak yang telah ditetapkan dalam peraturan perundangan daerah.

Materi mata kuliah ini dapat didownload di sini.


Selasa, 26 Maret 2013

PAJAK KENDARAAN BERMOTOR

Pada pertemuan yang ke-3 ini, akan dibahas tentang salah satu jenis pajak daerah yang dipungut oleh Pemerintah Provinsi, yaitu Pajak Kendaraan Bermotor (PKB). PKB merupakan salah satu jenis layanan yang dilakukan oleh SAMSAT yaitu Sistim Administrasi Manunggal Satu Atap yang didalamnya terdiri dari unsur-unsur Dinas Pelayanan Pajak Provinsi, Asuransi Jasa Rahardja, Kepolisian RI serta Bank Persepsi.
Samsat merupakan suatu sistem yang dibentuk untuk mempercepat dan memperlancar layanan kepada masyarakat yang kegiatannya dilaksanakan dalam satu gedung.
PKB adalah salah satu jenis pajak yang dipungut terhadap kepemilikan dan atau penguasaan atas kendaraan bermotor.

Slide presentasi untuk pertemuan kuliah yang ke-3 ini dapat didownload disini.


Selasa, 19 Maret 2013

Perpajakan Daerah II

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Bagian II


Pada pertemuan yang kedua ini, akan dibahas pokok-pokok bahasan tentang prosedur pembetulan, pembatalan, pengurangan sampai dengan penghapusan sanksi administrasi.

Di bagian lainnya juga akan dibahas tentang Pembukuan dan Pemeriksaan Wajib Pajak, Penghapusan Piutang Pajak sampai dengan ketentuan tentang aturan Tindak Pidana di bidang Perpajakan Daerah.

Dengan memahami hal-hal tersebut diatas, diharapkan Mahasiswa dapat memahami permasalahan tentang prosedur-prosedur administratif di bidang perpajakan daerah.

Bahan presentasi pada pertemuan yang kedua dapat didownload di sini.







Selasa, 12 Maret 2013

Kuliah I Perpajakan Daerah

Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah


Dasar Hukum yang digunakan adalah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Pajak daerah merupakan salah satu bentuk pelaksanaan Ototomi Daerah. Melalui ototomi daerah, Pemerintah Daerah diharapkan dapat mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.

Dengan ototomi daerah, diharapkan Pemerintah Daerah dapat lebih meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya dengan cara menggali segala potensi ekonomi yang dimiliki oleh masing-masing daerah.

Pajak Daerah pada dasarnya dibedakan menjadi dua, yaitu Pajak Daerah Provinsi yang meliputi 5 jenis pajak, dan Pajak Daerah Kota/Kabupaten yang meliputi 11 jenis pajak/bea.

Selain Pajak Daerah, juga ada Retribusi Daerah yang dapat dibagi menjadi 3 jenis yaitu :
  1. Retribusi Jasa Umum
  2. Retribusi Jasa Usaha
  3. Retribusi Perizinan Tertentu
Untuk download materi presentasi dapat diklik disini.